MAKALAH
ULUMUL HADIS DAN RUANG LINGKUPNYA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Al-Qur’an/Hadis

Oleh :
Muhamad Zazim Lutfi
15350044
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
PROGRAM STUDI AL-AHWAL
AL-SYAKHSIYYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2015/2016
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Assalamu’alaikum
wr. Wb.
Alhamdulillah,
segala puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. atas limpahan
nikmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Ulumul
Hadis dan Ruang Lingkupnya ini dengan baik, meskipun masih terdapat kekurangan
didalamnya. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. H. Abdul
Majid AS., M.Si. selaku dosen mata kuliah AL-Qur’an/Hadis program studi al-
Ahwal al-Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami
sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai ’ulumul hadis dan ruang lingkupnya Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan yang jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami sangat berharap adanya kritik, saran,
dan usulan demi perbaikan makalah yang akan kami buat dimasa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya dan dapat
berguna khusunya untuk diri kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami memohon maaf jika didalm makalah terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan, dan kami memohon
kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dimasa depan.
Yogyakarta, 3 Oktober 2015 Wassalaamu’alaikum
wr.wb
Muhamad Zazim Lutfi
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL....................................................................................... i
KATA
PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR
ISI................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang..................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah................................................................................. 1
C.
Tujuan................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ulumul Hadis..................................................................... 2
B. Ruang Lingkup Ulumul Hadis ............................................................ 6
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................... 11
B.
Saran..................................................................................................... 11
C.
Penutup................................................................................................. 11
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam mempelajari
tentang hadits Nabi Muhammad SAW, kita harus mengetahui terlebih dahulu tentang
ilmu-ilmu hadits atau ulumul hadits. Dan dalam mempelajari ulumul hadits, kita
juga harus mengetahui arti dari ulumul hadits itu sendiri apa. Kita juga harus mengetahui tentang
sejarah perkembangan ulumul hadits, ruang lingkup, serta cabang-cabangnya.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan
ulumul hadis dan ruang lingkupnya. Ulumul hadits merupakan sebuah pengantar
untuk mempelajari, memahami dan menyelami studi hadits yang sangat kompleks.
Dengan penyelaman kaidah-kaidah yang ada dalam ulumul hadits, maka hadits akan
dapat dikaji terlebih dahulu secara ilmiah dan baru dilaksanakan pemahamannya
dengan baik sesuai dengan aturan yang berlaku dalam kajian studi hadits.
Dengan mempelajari ulumul hadits, kita dapat memahami tentang pengertian,
perkembangan dan cabang-cabang hadits dalam ulumul hadits, serta dapat
menerapkannya dalam mempelajari studi hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ulumul Hadis?
2. Apa Ruang Lingkup Ulumul Hadis?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Penegertian Ulumul
Hadis
2. Untuk Mengetahui Ruang Lingkup
Ulumul Hadis
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Ulumul Hadis
Al-Hadits
di kalangan Ulama Hadits berarti segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
saw dari perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat. Dengan demikian, Ulumul
Hadits adalah ilmu-ilmu yang membahas dengan hadits Nabi saw.[1]
Adapun
menurut istilah, para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda sesuai dengan
latar belakang disiplin keilmuan masing-masing, sebagaimana perbedaan antara
ahli ushul, ahli hadits dan ahli fiqh dalam memberikan definisi al-hadits,
yaitu:
a. Ahli Hadits
Ada
hadits yang mengatakan bahwa “Segala perkataan Nabi saw, perbuatan dan
hal-ihwalnya” dan adapula hadits yang mengatakan “sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan (taqrir) maupun
sifat beliau”.
Yang
termasuk “hal ihwal” ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi yang berkaitan
dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya.[2]
Dari
definisi tersebut, dapat dimengerti bahwa hadits meliputi biografi Nabi saw,
sifat-sifat yang melekat padanya, baik berupa fisik (misalnya masalah tubuh,
rambut dan sebagainya) maupun hal-hal yang terkait dengan masalah psikis dan
akhlak keseharian Nabi, baik sebelum maupun sesudah terutus sebagai Nabi saw. [3]
Sebagai
muhaddisin, berpendapat pengertian hadits sebagaimana diatas merupakan
pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadits mempunyai cakupan pengertian
yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada apa yang disandarkan kepada Nabi saw
(Hadits Marfu’), melainkan termasuk di dalamnya segala yang disandarkan kepada
sahabat (Hadits Mauquf), dan yang disandarkan kepada Tabi’in (Hadits Maqtu’). [4]
b. Ahli Ushul
Ada
hadits yang mengatakan bahwa “segala sesuatu yang bersumber dari Nabi saw, baik
ucapan, perbuatan, maupun ketetapan yang berhubungan erat dengan hukum-hukum
atau ketetapan-ketetapan Allah yang disyari’atkan kepada manusia. Ini berarti
segala sesuatu selain hal yang telah disebutkan tidak masuk dalam pengertian
hadits”. Tidak termasuk kedalam hadits, sesuatu yang tidak bersangkut paut
dengan hukum, seperti urusan pakaian. [5]
Oleh
sebab itu, hadits adalah sesutau yang berhubungan erat dengan misi dengan misi
dan ajaran Allah yang menjadi tugas Muhammad saw. Sebagai Rasulullah, berupa
ucapan, perbuatan dan ketetapan. Sedangkan yang berhubungan dengan
kebiasaan-kebiasaan seperti tata cara berpakaian, tidur dan sebagainya
merupakan kebiasaan manusia dan sifat kemanusiaan, tidak dapat dimasukan kedalam
pengertian hadits.
c. Ahli Fiqh
Lain
halnya dengan ahli fiqh, hadits dipandang sebagai suatu perbuatan yang harus
dilakukan, tetapi tingkatannya tidak sampai pada wajib atau fardlu, karena
hadits masuk kedalam suatu pekerjaan yang status hukumnya lebih utama
dikerjakan. Artinya, suatu amalan apabila dikerjakan mendapatkan pahal dan
apabila ditinggalkan tidak dituntut apa-apa, tetapi apabila ketentuan tersebut
dilanggar mendapat dosa.
Ulumul
Hadis adalah istilah ilmu hadis di dalam tradisi ulama hadits. (Arabnya:
‘ulumul al-hadist). ‘ulum al-hadist terdiri dari atas 2 kata, yaitu ‘ulum dan
Al-hadist. Kata ‘ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi
berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-hadist di kalangan Ulama Hadis berarti
“segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi SAW dari perbuatan, perkataan,
taqir, atau sifat.” Dengan demikian, gabungan kata ‘ulumul-hadist mengandung
pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan Hadis nabi SAW”.
Hadis
atau al- hadits menurut etimologi adalah al- jadid yang artinya (sesuatu yang
baru) artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang dekat atau waktu yang
singkat seperti حَدِيْثُ العَهْدِ فِى أْلإِسْلَامِ (orang yang baru masuk/ memeluk islam). Hadis
juga sering disebut dengan al- khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya
dengan hadis.
Secara
etimologi, hadits juga memiliki beberapa arti, diantaranya seperti yang sudah
diungkapkan dipengertian dan ruang lingkup hadits yaitu : jadid (yang baru).
Didalam Al-Qur’an kata hadits memiliki banyak pengertian, diantaranya ialah
kisah, komunikasi, atau risalah, dan tata cara atau kebiasaan.[6]
Dan
pengertian hadits secara terminologi juga cakupannya sangat banyak, ada yang
mencangkup batasan secara sempit, dan mencakup batasan yang luas, yang
diartikan sebagai sesuatu yang di idhafatkan kepada Nabi Muhammad saw, baik
berupa perkataan, perbuatan, ketetapan, dan lain sebagainya.
Adapula
yang mengartikan hadits secara etimologi yang berarti baru atau muda, misalnya:
Haditsussinni yang berarti berumur muda. Hadits dengan pengertian ini dujamakan
dengan “Hudatsa’u” hadits juga berarti warta, berita, yaitu sesuatu yang
dipercakapkan atau dipindahkan dari sesorang kepada orang lain.[7]
Menurut
Ibn Manzhur, kata “hadits” berasal dari bahasa Arab, yaitu al-hadits jamaknya
al-ahadits, al-haditsan, dan al-hudtsan.
Menurut
M.M. Azami mendefinisikan bahwa kata “hadis” berarti komunikasi, kisah,
percakapan, religius, historis, atau kontemporer. [8]
عِلْمُ الْحَدِيْثِ هُوَ مَعْرِفَةُ الْقَوَاعِدَ
الَّتِيْ يَتَوَصَّلُ بِهَا إِلَى مَعْرِفَةِ الرَّاوِي وَالْمَرْوِي
“Ilmu Hadits adalah pengetahuan
mengenai kaidah-kaidah yang menghantar-kan kepada pengetahuan tentang rawi
(periwayat) dan marwi (materi yang diriwayatkan).”
Ada pendapat lain yang menyatakan:
هُوَ عِلْمٌ بِقَوَانِيْنَ يُعْرَفُ بِهَا
أَحْوَالُ السَّنَدِ وَالْمَتْنِ
“Ilmu Hadits adalah ilmu tentang
kaidah-kaidah untuk mengetahui kondisi sanad dan matan.”
Pada
mulanya, Ilmu hadist memang merupakan beberapa ilmu yang masing-masing berdiri
sendiri, yang berbicara tentang Hadist Nabi Saw dan para perawinya, seperti
Ilmu al-Hadist al-Shahih, Ilmu al-Mursal, Ilmu al-Asma wa al-kuna, dan lain-lain.
Penulisan ilmu-ilmu hadist secara parsial dilakukan, khususnya, oleh para ulama
abad ke-3 H.
Ilmu-ilmu
yang terpisah dan bersifat persial tersebut disebut dengan Ulumul Hadist,
karena masing-masing membicarakan tentang Hadist dan para perawinya. Akan
tetapi, pada masa berikutnya, ilmu-ilmu yang terpisah itu mulai digabungkan dan
dijadikan satu, serta selanjutnya, dipandang sebagai satu disiplin ilmu yang
berdiri sendiri. Terhadap ilmu yang sudah digabungkan dan menjadi satu kesatuan
tersebut tetap dipergunakan nama Ulumul Hadist, sebagaimana halnya sebelum
disatukan. Jadi, penggunaan lafaz jamak Ulumul Hadist, setelah mengandung makna
mufrad atau tunggal, yaitu ilmu hadist, karena telah terjadi perubahan makna
lafaz tersebut dari maknanya yang pertama – beberapa ilmu yang terpisah –
menjadi nama dari suatu disiplin ilmu yang khusus, yang nama lainnya adalah
Mushthalah al-Hadist.[9]
2.
Ruang Lingkup Ulumul Hadis
Ruang
lingkup kajian ulumul hadits menyangkut dua bagian, yaitu : ilmu hadits riwayat
dan ilmu hadits dirayah.
a. Ilmu Hadis Riwayah
Kata
riwayah artinya periwayatan atau cerita. Ilmu hadis riwayah, secara bahasa,
berarti ilmu hadis yang berupa periwayatan.
Para
ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan ilmu hadis riwayah, namun yang paling
terkenal di antara definisi-definisi tersebut adalah definisi Ibnu Al-Akhfani,
yaitu,
علم
الحديث الخا ص ب الرواية علم يشتمل على اقوال النبي ص.م. وافعا له وروايتها وضبطها
وتحرير الفا ظها
“Ilmu hadis riwayah adalah ilmu
yang membahas ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan Nabi SAW. , periwayatannya,
pencatatannya, dan penelitian lafazh-lafazhnya.”[10]
Namun
menurut ’Itr, definisi ini mendapat sanggahan dari beberapa ulama hadis lainnya
karena tidak komprehensif, tidak menyebutkan ketetapan dan sifat-sifat Nabi
SAW. definisi ini juga tidak mengindahkan pendapat yang menyatakan bahwa hadis
itu mencakup segala apa yang di misbatkan kepada sahabat atau tabiin sehingga
pengertian hadis yang lebih tepat, menurut ’Itr, adalah,
علم يشتمل على اقوال ا لنبي ص. م.وا فعا
له وتقريرته وصفا تها وروايتها وضبطها وتحرير
الفا ظها
“Ilmu yang membahas ucapan,
perbuatan, ketetapan dan sifat – sifat Nabi SAW, periwayatannya, dan penelitian
lafadz – lafadznya.”[11]
Ilmu
hadits riwayah mengupayakan pengutipan bebas dan cermat bagi segala sesuatu
yang bersandar kepada Nabi SAW, juga segala sesuatu yang bersandar kepada para
sahabat serta tabi’in.
Ilmu hadits riwayah bertujuan
memelihara hadis Nabi SAW. dari kesalahan dalam proses periwayatan atau dalam
penulisan dan pembukuannya. Ilmu ini juga bertujuan agar umat Islam men-
jadikan Nabi SAW. sebagai suri tauladan melalui pemahaman terhadap riwayat yang
berasal darinya dan mengamalkannya.
Objek
kajian Ilmu Hadis Riwayah adalah hadis Nabi SAW dari segi periwayatan dan
pemeliharaanya. Hal tersebut mencakup :
·
Cara periwayatan hadis, baik dari segi penerimaan dan juga
cara penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lain;
·
Cara pemeliharaan Hadis, yaitu dalam bentuk penghafalan, dan
pembukuannya.
Dengan
penjabaran ilmu ini akan terbukalah upaya kita untuk memahami suatu hadis,
apakah ia makbul dan dapat diamalkan atau mardud dan harus ditinggalkan.
Disamping itu, ilmu hadis riwayah ini juga menjelaskan kepada kita makna
sebuah hadis dan cara kita menyimpulkan berbagai manfaat darinya. Jadi, ilmu
hadis riwayah ini merupakan suatu ilmu yang sangat agung yang dapat mendekatkan
kita kepada limpahan ilmu-ilmu nabi.[12]
Ulama
yang dipandang paling terkenal dan sebagai pelopor ilmu hadis riwayah adalah Au
Bakar Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (51-124 H), seorang imam dan ulama besar di
Hedzaj (Hijaz) dan Syam (Suriah). Dalam sejarah perkembangan perkembangan
hadis, Az-Zuhri terca tat sebagai ulama pertama yang menghimpun hadis Nabi SAW.
atas perintah Umar bin Abdul Aziz atau Khalifah Umar II (memerintah 99 H/717 M-102 H/720 M).
Usaha
penghimpunan, penyeleksian, penulisan, dan pembukuan hadis secara besar-besaran
dilakukan oleh ulama hadis pada abad ke 3 H, seperti Imam Al-Bukhari, Imam
Muslim, Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi dan ulama-ulama hadis lainnya melalui
kitab hadis masing-masing.
b. Ilmu Hadis Dirayah
Ilmu
ini disebut juga dengan Mushthalah al-hadits, ‘Ulum al-hadits, Ushul
al-hadis, dan ‘ilm al-hadis.
Ilmu dirayah hadits membahas
masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan yang diriwayatkan untuk mengetahui
apakah bisa diterima atau ditolak.
Ibnu
Al-akfani memberikan definisi Ilmu Hadis Dirayah sebagai berikut :
وعلم الحديث الخاص باالدراية : علم يعرف
منه حقيقة الرواية وشروطها وانواعها واحكامها وحال وشروطهم واصناف المروية وما يتعلق
بها
“Dan ilmu hadis yang khusus
tentang dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui hakikat riwayat,
syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, dan segala
sesuatu yang berhubungan dengannya.”[13]
Definisi
yang paling baik, seperti yang diungkapkan oleh ‘Izzuddin bin Jama’ah, yaitu,
علم بقوانين يعرف بها احول االسند والمتن
“Ilmu yang membahas pedomaan-pedoman
yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan.”
Yang dimaksud dengan kalimat ilmu
dalam definisi diatas adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang sesuai
dengan realitas yang sebenarnya berdasarkan suatu dalil. Dalam definisi ini ia
berstatus jenis yang bisa juga mencakup ilmu-ilmu yang lain, seperti ilmu
fikih, ushl fiqh, dan tafsir.
Akan
tetapi, kata-kata “…yang dengannya dapat diketahui…” merupakan batasan
atau fasl yang hanya memasukkan ilmu musththalah hadis kedalam definisi
ini dan mengecualikan ilmu-ilmu lainnya.
Sanad
menurut muhadditsin adalah sebutan bagi rijal al-hadits yaitu rangkaian
orang yang meriwayatkan hadits hingga kepada Rasulullah SAW., sementara isnad
adalah penisbahan hadits kepada orang yang mengatakannya. Kedua istilah ini
dapat bertukar makna, sebagaimana ia juga kadang-kadang dipakai dengan maksud
rijal sanad hadis. Hal ini dapat diketahui dengan hadirnya sejumla indicator.
Ahwal
al-sanad, keadaan sanad adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sanad
hadis, seperti ittishal (bersambung). Inqitha’ (terputus), tadlis
(penyembunyian kecacatan), sikap sebagian rawi yang tidak sungguh-sungguh
ketika menerima hadis, lemah hafalannya, tertuduh fasik, dusta, dan sebagainya.
Adapun
matan adalah pernyataan yang padanya sanad berakhir. Sedangkan keadaan matan
adalah segala sesuatu yang berkaitsn dengannya, seperti raf’ (marfuk yang
dinisbahkan kepada nabi SAW) , waqf (mauquf, yang dinisbahkan kepada sahabat),
syudzudz, dan sebagainya.
Tema
pembahasan ilmu hadis dirayah adalah sanad dan matan dalam upaya mengetahui
hadis yang makbul dan yang mardud. Namun, timbul pertanyaan, bukankah tema
pembahasan ini merupakan tema ilmu hadis riwayah, lalu apa bedanya?
Jawabannya
adalah bahwa ilmu hadis dirayah mengantarkan kita untuk mengetahui hadis yang
makbul dan mardud secara umum berdasarkan kaidah-kaidahnya; sementara ilmu
hadis riwayah merupakan upaya untuk membahas hadis-hadis tertentu yang
dikehendaki, lalu diaplikasikan dengan kaidah-kaidah umum diatas untuk
diketahui apakah suatu hadis itu makbul atau mardud, sekaligus menguji
ketepatan periwayatannya dan syarahnya. Dengan demikian, ilmu hadis riwayah
lebih merupakan penerapan praktis dari suatu hadis yang diinginkan. Perbedaan
antara keduanya sama seperti perbedaan ilmu nahwu dan I’rab atau ushl fikih dan
fikih.[14]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ulumul
hadis adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan Hadis nabi SAW. Ruang
lingkup ulumul hadis ada 2 hal, yaitu ; ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis
dirayah. Ilmu hadis riwayah adalah ilmu yang membahas ucapan-ucapan dan
perbuatan-perbuatan Nabi SAW. , periwayatannya, pencatatannya, dan penelitian
lafazh-lafazhnya. Sedangkan ilmu hadis dirayah adalah Ilmu yang membahas
pedomaan-pedoman yang dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan.
B. Saran
Kami
menyadari bahwa didalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
demi pemahaman kita bersama, mari kita membaca dari buku-buku lain yang bisa
menambah ilmu dan pengetahuan kita tentang ulumul hadis dan ruang lingkupnya, dan
kami sangat mengharapkan kritik maupun saran yang sifatnya membangun, dari
Dosen Pembimbing dan para pembaca agar untuk berikutnya makalah ini bisa lebih
baik lagi.
C. Penutup
Dengan
mengucap alhamdu lillaahi robbil’alamiin, kami selaku penyusun memanjatkan puji
syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga dapat
terselesaikan penulisan makalah ini. Semoga yang sedikit ini dapat bermanfaat
khususnya bagi kami dan bagi yang membaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy
Teungku Muhammad Hasbi, “Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits”, PT. Pustaka
Rizki, Semarang, 1999.
Suparta Muzier,
Ranuwijaya Utang, “Ilmu Hadits”, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1996.
Sahrani Sohari, “Ulumul Hadits”,
Ghalia Indonesi, Bogor, 2010.
Dharmalaksana Wahyudin, “Hadits
di Mata Orientalis”, Benang Merah Pers, Bandung, Tahun 2004.
Muhammad Abu Bakar, “Hadits Tarbiyah”, Al-Ikhlas, Surabaya, 1995.
M.M Azami, Studies in Hadis
Methodology and Literature, Terj, Lentera : Jakarta, 2003
‘Itr Nuruddin. Manhaj An-Naqd fi
‘Ulum Al-Hadis. Terj. Mujio. Remaja Rosda Karya : Bandung. 2012
As-suyuthi. Tadrib Ar-Rawi fi
Syarh Taqrib An-Nawawi. Dar Al-Fikr : Beirut. 1409H/1988.
http://rumii-amelia.blogspot.co.id/2013/10/makalah-pengertian-ulumul-hadist-dan.html diakses pada
hari Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 20:48 WIB
http://intanalfiah91.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-dan-ruang-lingkup-ulumul.html diakases pada
hari Sabtu, 3 Oktober 2015 pukul 7:57 WIB.
[1]
Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits,
(Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra ; 1999.) h.3
[2]
Suparta Munzier , Ilmu Hadis, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 1996).
H.2
[3] Sahrani
Sohar, “Ulumul Hadits”, (Bogor: Ghalia Indonesia : 2010),. H. 4
[4]
Suparta Munzier, op. cit., h. 3
[5]
Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi, op. cit., h. 4
[6] Dharmalaksana
Wahyudin, Hadis di Mata Orientasi, (Bandung:Benang Merah Pers : 2004.) h.
2
[7] Abu
Bakar Muhammad, Hadits Tarbiyah, (Surabaya:Al-Ikhlas:1995.) h. 15
[8] Azami
M.M, Studies in Hadis Methodology and Literature, Terj, (Jakarta:Lentera
: 2003) h. 21-23
[9]
Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag. (Ulumul
Hadist. Bandung:Tafakur). Hal 94
[10]
Nuruddin ‘Itr. Manhaj An-Naqd fi ‘Ulum Al-Hadis. Terj. Mujio. (Bandung :
Remaja Rosda Karya. 2012). H. 18-19
[11]
ibid
[12]
Ibid, h.20
[13]
As-suyuthi. Tadrib Ar-Rawi fi Syarh Taqrib An-Nawawi. (Beirut: Dar
Al-Fikr. 1409H/1988). h. 40
[14] Dr.
Nuruddin ‘Itr., op. cit., h.20-22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar